Thursday, December 22, 2011

Dalam Diam Mereka Bicara

By Dwi Indira


Pengantar Redaksi:
Tulisan berikut mengungkap pengalaman salah satu rekan SMASTA 89 terhadap realita sosial di masyarakat, dalam hal ini anak-anak yang memiliki keterbatasan fisik, dan partisipasi aktifnya secara langsung berbaur dengan mereka... Simak pula galeri foto dan video di akhir tulisan



Tak banyak yang mengenal seputar Pendidikan Luar Biasa (PLB) atau yang dikenal dengan Sekolah Luar Biasa. Siswa di sekolah ini berbeda dengan siswa-siswa sekolah umum yang ada, karena keterbatasan pada kemampuan melihat, mendengar, berbicara dan keadaan fisik mereka.

Kita ambil contoh di SLB/B Tabanan yang berlokasi di Pesiapan Tabanan. Sekolah ini terdiri atas siswa-siswa Tuna Runggu dan Tuna Wicara(tapi bukan ikan tuna lho, hehehe), dengan jenjang pendidikan yang ada dari TKLB, SDLB, SMPLB dan SMALB. Disini tercatat siswa sebanyak 56 orang siswa sederajat sebagai pelajar dengan rincian TKLB sebanyak 4 orang, SDLB sebanyak 36 orang, SMPLB sebanyak 9 orang dan SMALB sebanyak 7 orang.

Proses pembelajaran di sekolah ini sama halnya dengan sekolah biasa tetapi di sesuaikan dengan kemampuan dan tingkat keterbatasan masing - masing siswa. Disini lebih banyak ditekankan pada keterampilan seperti menjarit, mengukir, merajut salon dan lain-lainnya.

Karena memiliki hambatan dalam mendengar dan berbicara maka cara berkomunikasi dengan individu menggunakan bahasa isyarat. Untuk abjad jari telah dipatenkan secara internasional, sedangkan untuk isyarat bahasa berbeda-beda di setiap negara. Dan saat ini di SLB/B Tabanan dikembangkan cara berkomonikasi dengan bahasa verbal yaitu bahasa isyarat dan bahasa tubuh. Walaupun demikian siswa cendrung kesulitan dalam memahami konsep dari sesuatu yang abstrak.


Karena faktor fisik mereka seperti itu maka mempengaruhi faktor psikis mereka yaitu kondisi intelegensi anak, dimana mereka memiliki intelegensi yang rendah. Dapat kita bayangkan mendidik anak yang normal saja sudah sangat sulit apalagi mendidik anak yang kurang normal. Disini kita dituntut kesabaran yang luar biasa. Sikap dalam pergaulan dalam masyarakat pun mereka merasa rendah diri sehingga mereka cendrung murung dan menutup diri, hikzzzzzzzzzz... Nah disinilah kita perlu memberikan motivasi tentang hidup kepada mereka,,memberikan perhatian yang lebih dan kasih sayang.

Saya Dwi Indira perah mengabdi di SLB/B Tabanan selama kurang lebih 2,5 tahun sebelum saya pindah tugas ke Gianyar. Karena kedekatan saya kepada mereka kadang-kadang saya rindu senyum dan canda anak -anak SLB/B. Saya luangkan waktu untuk datang dan bermain bersama mereka, mengajari mereka menulis, menghapal abjad dan bercerita tentang kegiatan-kegitan yang mereka telah lakukan, dengan membawa sekedar oleh-oleh seperti permen atau snack. Mereka bahagia sekali, mereka menyapa saya dengan ramah, bertanya tentang kehidupan saya sekarang. Terus terang, ada rasa bangga dalam diri bisa melihat mereka tersenyum dan mengerti dengan bahas isyarat yang saya pergunakan.

Mereka adalah orang-orang yang kurang beruntung diantara orang-orang yang beruntung. Dalam diam hati mereka bicara..., "mengapa oh mengapa ????".


Galeri Foto



Video


No comments:

Post a Comment